Askep
Hipotiroidisme
BAB I
PENdahuluan
Latar Belakang
Kelenjar tiroid yang terletak tepat
di bawah laring sebelah kanan dan kiri depan trakea, mensekresi tiroksin (T4),
triiodotironi (T3), yang mempunyai efek nyata pada kecepatan metabolisme tubuh.
Kelenjar ini juga menyekresikalsitonin; suatu hormon yang penting untuk
metabolisme kalsium. Tidak adanya sekresi tiroid sama sekali biasanya
menyebabkan laju metabolisme turun sekitar 40% di bawah normal dan sekresi
tiroksin yang berlebihan sekali dapat menyebabkan laju metabolisme basal
meningkat setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal. Sekresi tiroid terutama
di atur oleh hormon perangsang tiroid yang di sekresi oleh kelenjar hipofisis
anterior.
Gambar
1. Gambar Kelenjar Tiroid
Hormon yang paling banyak di sekresi oleh kelenjar tiroid adalah hormon tiroksin. Akan tetapi, juga di sekresitriiodo
tironin dalam jumlah sedang. Fungsi kedua hormon ini secara kualitatif sama,
tetapi berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerja. Triiodotironin kira-kira
empat kali kekuatan tiroksin, tetapi terdapat jauh lebih sedikit dalam darah
dan menetap jauh lebih singkat. Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal,
di butuhkan makan kira-kira 50 mg yodium setiap tahun, atau kira-kira 1 mg per
minggu. Untuk mencagah defisiensi yodium, garam meja yang biasa di iodisasi
dengan satu bagian natrium iodida untuk setiap 100.000 bagian natrium klorida.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hipotiroidisme adalah satu keadaan
penyakit yang di sebabkan oleh kurang penghasilan hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid. Hipotiroidisme adalah suatu keadaan di mana kelenjar tiroid kurang
aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid. Hipotiroid yang sangat
berat di sebut miksedema. Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar
hormon tiroid dalam darah.
Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi
tiroid yang berjalan lambat dan di ikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid.
Keadaan ini terjadi akibat kadar hormone tiroid berada di dibawah nilai optimal
(brunner & suddarth).
Jika produksi hormon tiroid tidak
adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya
sebagai respon terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan hormon sekresi hormon
kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan memepengaruhi
semua sistem tubuh. Proses metabolik yang di pengaruhi oleh :
§ Penurunan
produksi asam lambung (Aclorhidria).
§ Penurunan
motilitas usus.
§ Penurunan detak
jantung.
§ Gangguan fungsi neurologik.
§ Penurunan
produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan
mengganggu metabolisme lemak di mana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol
dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis. Akumulasi
proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak
dan abdominal sebagai tanda miksedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal
sebgai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami
anemia.
B. Klasifikasi
Lebih dari
95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme primer atau tiroidal yang
mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. Apabila disfungsi tiroid
di sebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis, hipotalamus atau keduanya maka
di sebut hipotiroidisme sentral (hipotiroidisme sekunder) atau pituitaria. Jika
sepenuhnya di sebabkan oleh hipofisis di sebut hipotiroidisme tersier.
Klasifikasi
penyakit hipotiroidisme, yaitu :
No
|
Jenis
|
Organ
|
Keterangan
|
1.
|
Hipotiroidisme Primer
|
Kelenjar Tiroid
|
Paling
sering terjadi di mana meliputi penyakit hashimoto tiroiditis (sejenis
penyakit autoimun) dan terapi radioiodine (RAI) uintuk merawat penyakit
hipotirodisme.
|
2.
|
Hipotiroiditisme Sekunder
|
Kelenjar Hipofisis
|
Terjadi
jika kelenjar hipofisis tidak menghasilkan cukup hormon perangsang tiroid
(TSH) untuk merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan jumlah tiroksin
yang cukup. Biasanya terjadi apabila terdapat tumor di kelenjar hipofisis,
radiasi/pembedahan yang menyebabkan kelenjar tiroid tidak dapat lagi
menghasilkan hormon yang cukup.
|
3.
|
Hipotiroidisme Tersier
|
Hipotalamus
|
Terjadi
jika hipotalamus gagal menghasilkan TRH yang cukup, biasanya di sebut juga
hypothalamic-pituitary-axis hypothyroidism.
|
C.
Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat
malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila di sebabkan
oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan di sertai oleh
peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT
pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat
malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah di sebabkan oleh rendahnya kadar
TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik
dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang di sebabkan oleh malfungsi hipotalamus
akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Penyebab yang paling sering yang di
temukan pada orang dewasa adalah tiroiditis otoimun (tiroditis Hashimoto),
dimana system imun menyerang kelenjar tiroid (Tonner & Schlechte,
1993). Gejala hipotiroidisme di ikuti oleh gejala hipotiroidisme dan miksedema.
Hipotiroidisme juga sering terjadi
pada pasien dengan riwayat hipotiroidisme yang menjalani terapi radioiodium,
pembedahan atau preparat anti tiroid. Kejadian ini paling sering dijumpai pada
wanita lanjut usia. Terapi radiasi untuk penanganan kanker kepala dan leher
kini semakin sering menjadi penyebab hipotiroidisme pada laki-laki. Karena itu,
pemeriksaan fungsi tiroid di anjurkan bagi semua pasien yang menjalani terapi
tersebut.
Ø Penyakit Hipotiroidisme :
1. Penyakit Hashimoto atau yang juga di sebut tiroiditis
otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar
tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT yang di sertai peningkatan kadar TSH
dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal. Penyebab tiroiditis otoimun
tidak di ketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk
mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering di temukan adalah tiroiditis
Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan
hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar
yang masih berfungsi.
2. Penyebab kedua tersering adalah
pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan
cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
3. Gondok
endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok
adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena
sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap
sernua iodium yang tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan di sertai
kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik. Kekurangan yodium
jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang
kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).
4. Kekurangan
yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di
negara terbelakang.
5. Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak
selalu menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker yang jarang di
jumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau
terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan
ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa
anak-anak adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat
meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang
proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
D. Patofisiologi
Patofisiologi hipotiroidisme
didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat menyebabkan hipotiroidisme,
yaitu :
a. Hipotiroidisme
sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan
hipofisis, maka disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan
terletak di hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena
tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan
visus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH
penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada
wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor
hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan
TSH.
b. Hipotiroidisme
Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang
akibat anatomi kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak
dari hipotiroidisme kongenital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program
skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena, 1. Operasi, 2. Radiasi,
3. Tiroiditis autoimun, 4. Karsinoma, 5. Tiroiditis subakut, 6.
Dishormogenesis, dan 7. Atrofi.
Pascaoperasi. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi
atau lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi
parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves
sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena
jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.
Pascaradiasi. Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada
hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme
dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan
hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di
usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun
tergantung juga dari dosis radiasi.
Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses
autoimun, di mana berperan antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi
tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat
menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon
(estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres
mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus
tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi
akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen.
Tiroiditis Subakut. (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar,
demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon
merembes masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme).
Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas.
Dishormogenesis. Ada defek pada enzim yang berperan pada
langkah-langkah proses hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif.
Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining
hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.
Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.
Hipotiroidisme sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf.
Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.
Hipotiroidisme sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf.
Pada hipertiroidisme, metabolisme dan produksi panas akan
meningkat. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya. Pasien yang terkena
lebih menyukai suhu lingkungan yang lebih dingin, pada lingkungan yang panas
pasien cenderung berkeringat lebih banyak (intoleransi panas). Kebutuhan O2
yang meningkat membutuhkan hiperventilasidan merangsang eritropoesis. Pasa satu
sisi , peningkatan lipolisis menyebabkan penurunan berat badan, dan pada sisi
lain menyebabkab hiperlipiasidemia. Sementar itu, konsentrasi VLDL, LDL, dan
kolesterol berkurang. Pengaruhnya pada metabolisme karbohidrat memudahkan
terbentuknya diabetes melitus (reversibel). Bila diberikan glukosa (tes
toleransi glukosa), konsentrasi glukosa di dalam plasma akan meningkat secara
lebih cepat lebih nyata dari pada orang sehat, peningkatan akan diikuti oleh
penurunan yang cepat (toleransi glukosa terganggu). Meskipun hormon tiroid
meningkatkan sintesis, hipertiroidisme akan meningkatkan enzim proteolitis yag
berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan eksresi urea. Massa otot akan
berkurang, pemecahan matriks tulang dapat menyebabkan osteoporosis,
hiperkalsemiadan hiperkalsiuria.
Akibat kerja perangsangan jatnung, curah jantung dan tekanan
darah sistolik akan meningkat. Fibrilasi atrium kadang dapat terjadi. Pembuluh
darah perifer akan berdilatasi. Laju filtrasi glomerulus (GFR), aliran plasma
ginjal (RPF), serta transpor tubulus akan meningkat di ginjal. Sedangkan di
hati pemecahan hormon steroid dan obat akan dipercepat. Perangsangan di otot
usus halus akan menyebabkan diare, peningkatan eksitabilitas neuromuskular akan
menimbulkan hiperrefleksia, tremor, kelemahan otot dan insomnia. Pada
anak-anak, percepatan pertumbuhan kadang dapat terjadi.
E.
MANIFESTASI KLINIK
Hipotiroidisme di tandai dengan gejala-gejala sebagai
berikut :
1. Nafsu
makan berkurang.
2. Sembelit.
3. Pertumbuhan
tulang dan gigi yang lambat.
4. Suara
serak.
5. Berbicara
lambat.
6. Kelopak
mata turun.
7. Wajah
bengkak.
8. Rambut
tipis, kering dan kasar.
9. Kulit
kering, kasar, bersisik dan menebal.
10. Denyut nadi lambat.
11. Gerakan tubuh lamban.
12. Lemah.
13. Pusing.
14. Capek.
15. Pucat.
16. Sakit pada sendi atau otot.
17. Tidak tahan terhadap dingin.
18. Depresi.
19. Penurunan fungsi indera pengecapan
dan penciuman.
20. Alis
mata rontok.
21. Keringat berkurang.
Gejala dini hipotiroidisme tidak spesifik, namun kelelahan yang ekstrim
menyulitkan penderitanya untuk melaksanankan pekerjaan sehari-hari secara penuh
atau ikut serta dalam aktivitas yang lazim di lakukannya. Laporan tentang
adanya kerontokkan rambut, kuku yang rapuh serta kulit yang kering sering di
temukan, dan keluhan rasa baal serta parasetsia pada jari-jari tangan dapat
terjadi. Kadang-kadang suara menjadi kasar, dan pasien mungkin mengeluhkan
suara yang parau. Gangguan haid seperti menorhagia atau amenore akan terjadi di
samping hilangnya libido. Hipotiroidisme menyerang wanita lima kali lebih
sering di bandingkan laki-laki dan paling sering terjadi pada usia 30-60 tahun.
Hipotiroidisme berat mengakibatkan suhu tubuh dan frekuensi nadi subnormal.
Pasien biasanya mulai mengalami kenaikan berat badan yang bahkan terjadi tanpa
peningkatan asupan makanan, meskipun penderita hipotiroid yang berat dapat
terlihat kakeksia. Kulit menjadi tebal karena penumpukkan mukopolisakarida
dalam jaringan subkutan. Rambut menipis dan rontik, wajah tampak tanpa ekspresi
dan mirip topeng. Pasien sering mengeluhkan rasa dingin meskipun dalam
lingkungan yang hangat.
Pada mulanya, pasian mungkin akan mudah tersinggung dan mengeluh merasa lemah,
namun dengan dengan berlanjutnya kondisi tersebut, respon emosional di atas
akan berkurang. Proses mental menjadi tumpul dan pasien tampak apatis. Bicara
menjadi lambat, lidah membesar, dan ukuran tangan serta kaki bertambah. Pasien
sering mengeluh konstipasi serta ketulian dapat terjadi.
Pada hipotiroidisme lanjut akan menyebabkan demensia di sertai perubahan
kognitif dan kepribadian yang khas. Respirasi yang tidak memadai dan apnu saat
tidur dapat terjadi pada hipotiroidisme yang berat. Efusi pleura, efusi perikardial
dan kelemahan otot pernapasan dapat terjadi.
Hipotiroidisme berat akan di sertai dengan kenaikkan kadar kolesterol serum,
aterosklerosis, penyakit jantung koroner dan fungsi ventrikel kiri yang jelek.
Pasien hipotiroidime lanjut akan mengalalami hipotermia dan kepekkan abnormal
terhadap preparaf sedatif, opioid serta anestesi, oleh sebab itu semua obat ini
hanya di berikan pada kondisi tertentu.
Pasien dengan hipotiroidisme yang belum teridentifikasi dan sedang menjalani
pembedahan akan menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipotensi
intraoperatif, gagal jantung kongestif pascaoperatif dan perubahan status
mental.
Koma miksedema menggambarkan stadium hipotiridisme yang paling ekstrim dan
berat, di mana pasien mengalami hipotermia dan tidak sadarkan diri. Koma
miksedema dapat terjadi sesudah peningkatan letargi yang berlanjut menjadi
stupor dan kemudian koma. Hipotiroidisme yang tidak terdiagnosa dapat di picu
oleh infeksi atau penyakit sistemik lainnya atau oleh penggunaan preparat
sedative atau analgetik opioid. Dorongan respiratorik pasien akan terdepresi
sehingga timbul hipoventilasi alveoler, retensi CO2 progresif, keadaan narkosis
dan koma. Semua gejala ini, di sertai dengan kolaps kardiovaskuler dan syok
memerlukan terapi yang agresif dan intensif jika kita ingin pasien tetap hidup.
Meskipun demikian, dengan terapi yang intensif sekalipun, angka mortalitasnya
tetap tinggi.
F.
GAMBARAN KLINIS
1. Kelambanan,
perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung lambat.
2. Penurunan
frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung (jantung miksedema) dan penurunan
curah jantung.
3. Pembengkakkan
dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan kaki.
4. Penurunan
kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan nafsu makan dan
penyerapan zat gizi dari saluran cerna.
5. Konstipasi.
6. Perubahan-perubahan
dalam fungsi reproduksi.
7. Kulit
kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh.
G. PemERIKSAAN Diagnostik
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan dapat
mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau
kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya
menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi.
Pemeriksaan
fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan reflex.
Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis matanya rontok, rambut
tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan tungkainya
membengkak serta fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital menunjukkan
perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah dan suhu tubuh rendah.
Pemeriksaan ronsen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung.
H. Komplikasi dan Penatalaksanaan
Koma miksedema adalah
situasi yang mengancam nyawa yang di tandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua
gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi,
hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian
dapat terjadi apabila tidak di berikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan
darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa di berikan secara intravena.
Hipotiroidisme di obati
dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan
per-oral (lewat mulut). Yang banyak di sukai adalah hormon tiroid buatan T4.
Bentuk yang lain adalah tiroid yang di keringkan (di peroleh dari kelenjar tiroid
hewan).
Pengobatan pada
penderita usia lanjut di mulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis
yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya di
turunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya
terus di minum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu
mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon
tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat,
maka dapat di berikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
Gambaran wajah pasien dengan miksedema. Gambar sebelah kiri pada saat diagnosa
awal dan gambar sebelah kanan setelah penggantian terapi dengan tiroksin.
BAB
III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPOTIROIDISME
A.
Pengkajian KEPERAWATAN
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat
bervariasi, oleh karena itu lakukan pengkajian seperti :
1.
Riwayat kesehatan klien dan keluarga
seperti sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama.
2.
Kebiasaan hidup sehari-hari seperti
:
a.
Pola makan.
b.
Pola tidur (klien menghabiskan
banyak waktu untuk tidur).
c.
Pola aktivitas.
3.
Tempat tinggal klien sekarang dan
pada waktu balita.
4.
Keluhan utama klien, mencakup
gangguan pada berbagai sistem tubuh yaitu:
a.
Sistem pulmonary.
b.
Sistem pencernaan.
c.
Sistem kardiovaslkuler.
d.
Sistem muskuloskeletal.
e.
Sistem neurologik dan emosi /
psikologis.
f.
Sistem reproduksi.
g.
Metabolik.
5.
Pemeriksaan fisik yang mencakup :
a.
Penampilan secara umum; amati wajah
klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong
serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat
lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin
dan pucat.
b.
Nadi lambat dan suhu tubuh menurun.
c.
Perbesaran jantung.
d.
Disritmia dan hipotensi.
e.
Parastesia dan reflek tendon
menurun.
6. Pengkajian psikososial klien sangat
sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya, mengurung diri / bahkan
mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur
sepanjang hari. Kaji bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen
konsep diri.
7. Pemeriksaan penunjang yang mencakup;
pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum, pemeriksaan TSH (pada klien dengan
hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang
sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleran
aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.
2. Perubahan
suhu tubuh.
3. Konstipasi
berhubungan dengan penurunan gastrointestinal .
4. Kurangnya
pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur
hidup.
5. Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.
6. Perubahan
pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status
kardiovaskuler serta pernapasan.
7. Miksedema
dan koma miksedema.
C. Intervensi
Keperawatan
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan
penurunan proses kognitif.
Tujuan :
Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian.
Intervensi
:
a.
Atur interval waktu antar aktivitas
untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat di tolerir.
Rasional
:
Mendorong aktivitas sambil
memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
b.
Bantu aktivitas perawatan mandiri
ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional
:
Memberi kesempatan pada pasien untuk
berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
c.
Berikan stimulasi melalui percakapan
dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
Rasional
:
Meningkatkan
perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien.
d.
Pantau respons pasien terhadap
peningkatan aktititas.
Rasional
:
Menjaga pasien agar tidak melakukan
aktivitas yang berlebihan atau kurang.
2. Perubahan suhu tubuh.
Tujuan :
Pemeliharaan suhu tubuh yang normal.
Intervensi
:
a.
Berikan tambahan lapisan pakaian
atau tambahan selimut.
Rasional :
Meminimalkan kehilangan panas.
b.
Hindari dan cegah penggunaan sumber
panas dari luar (misalnya bantal pemanas, selimut listrik atau penghangat).
Rasional :
Mengurangi risiko vasodilatasi
perifer dan kolaps vaskuler.
c.
Pantau suhu tubuh pasien dan
melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien.
Rasional
:
Mendeteksi
penurunan suhu tubuh dan di mulainya koma miksedema.
d.
Lindungi terhadap pajanan hawa
dingin dan hembusan angin.
Rasional
:
Meningkatkan tingkat kenyamanan
pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas.
3. Konstipasi berhubungan dengan
penurunan gastrointestinal.
Tujuan : Pemulihan
fungsi usus yang normal.
Intervensi
:
a.
Dorong peningkatan asupan cairan.
Rasional :
Meminimalkan kehilangan panas.
b.
Berikan makanan yang kaya akan
serat.
Rasional :
Meningkatkan masa feses dan
frekuensi buang air besar.
c.
Ajarkan kepada klien, tentang
jenis-jenis makanan yang banyak mengandung air.
Rasional
:
Untuk
peningkatan asupan cairan kepada pasien agar feses tidak keras.
d.
Pantau fungsi usus.
Rasional
:
Memungkinkan deteksi konstipasi dan
pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
e.
Dorong klien untuk meningkatkan
mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional :
Meningkatkan evakuasi feses.
f.
Kolaborasi : untuk pemberian obat
pecahar dan enema bila di perlukan.
Rasional :
Untuk mengencerkan feses.
4. Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk
terapi penggantian tiroid seumur hidup.
Tujuan :
Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang di resepkan.
Intervensi
:
a.
Jelaskan dasar pemikiran untuk
terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional :
Memberikan rasional penggunaan
terapi penggantian hormon tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien.
b.
Uraikan efek pengobatan yang
dikehendaki pada pasien.
Rasional :
Mendorong pasien untuk mengenali
perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon
tiroid.
c. Bantu
pasien menyusun jadwaldn cheklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi
penggantian hormon tiroid.
Rasional
:
Memastikan
bahwa obat yang di gunakan seperti yang di resepkan.
d.
Uraikan tanda-tanda dan gejala
pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang.
Rasional
:
Berfungsi
sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.
e.
Jelaskan perlunya tindak lanjut
jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.
Rasional
:
Meningkatkan kemungkinan bahwa
keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat di deteksi dan di obati.
5. Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan depresi ventilasi.
Tujuan : Perbaikan status
respiratorius dan pemeliharaan pola napas
yang
normal.
Intervensi
:
a.
Pantau frekuensi seperti kedalaman,
pola pernapasan, oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial.
Rasional
:
Mengidentifikasi hasil pemeriksaan
dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas
intervensi.
b.
Dorong pasien untuk napas dalam dan
batuk.
Rasional
:
Mencegah
aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.
c.
Berikan obat (hipnotik dan sedatip)
dengan hati-hati.
Rasional
:
Pasien hipotiroidisme sangat rentan
terhadap gangguan pernapasan akibat gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.
d.
Pelihara saluran napas pasien dengan
melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika di perlukan.
Rasional
:
Penggunaan saluran napas artifisial
dan dukungan ventilasi mungkin di perlukan jika terjadi depresi pernapasan.
6. Perubahan pola berpikir berhubungan
dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta
pernapasan.
Tujuan
: Perbaikan proses berpikir.
Intervensi
:
a.
Orientasikan pasien terhadap waktu,
tempat, tanggal dan kejadian di sekitar dirinya.
b.
Berikan stimulasi lewat percakapan
dan aktifitas yang tidak bersifat mengancam.
Rasional
:
Memudahkan stimulasi dalam
batas-batas toleransi pasien terhadap stress.
c.
Jelaskan kepada pasien dan keluarga
bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses
penyakit .
Rasional
:
Meyakinkan pasien dan keluarga
tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif di
mungkinkan jika di lakukan terapi yang tepat.
7. Miksedema dan koma miksedema.
Tujuan
: Tidak ada komplikasi.
Intervensi
:
a. Pantau pasien akan adanya peningkatan keparahan tanda dan
gejala hipertiroidisme seperti penurunan tingkat kesadaran dan demensia serta penurunan
tanda-tanda vital (seperti tekanan darah, frekuensi, pernapasan, suhu tubuh,
denyut nadi).
b.
Peningkatan kesulitan dalam
membangunkan dan menyadarkan pasien.
Rasional :
Hipotiroidisme berat jika tidak di
tangani akan menyebabkan miksedema, koma miksedema dan pelambatan seluruh
sistem tubuh.
c.
Dukung dengan ventilasi jika terjadi
depresi dalam kegagalan pernapasan.
Rasional :
Dukungan ventilasi di perlukan untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan pemeliharaan saluran napas.
d. Berikan obat (misalnya hormon
tiroksin) seperti yang di resepkan dengan sangat hati-hati.
Rasional
:
Metabolisme yang lambat dan
aterosklerosis pada miksedema dapat mengakibatkan serangan angina pada saat
pemberian tiroksin.
e.
Balik dan ubah posisi tubuh pasien
dengan interval waktu tertentu.
Rasional :
Meminimalkan resiko yang berkaitan
dengan imobilitas.
f.
Hindari penggunaan obat-obat
golongan hipnotik, sedatif dan analgetik.
Rasional :
Perubahan pada metabolisme obat-obat
ini sangat meningkatkan risiko jika diberikan pada keadaan miksedema.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Hipotiroidisme adalah satu keadaan
penyakit yang di sebabkan oleh kurang penghasilan hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid. Hipotiroidisme adalah suatu keadaan di mana kelenjar tiroid kurang
aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid. Hipotiroid yang sangat
berat di sebut miksedema. Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar
hormon tiroid dalam darah. Kelainan ini kadang-kadang di sebut miksedema.
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Adapun penyakit hipotiroidisme yaitu Penyakit Hashimoto atau yang
juga di sebut tiroiditis otoimun, gondok endemik, ekurangan yodium jangka
panjang, dan arsinoma tiroid. Ada tiga jeni hipotiroidisme yaitu hipotiroidisme
primer, hipotiroiditisme sekunder, dan hipotiroidisme tersier.
Tanda dan gejala hipotiroidisme yaitu nafsu makan berkurang, sembelit,
pertumbuhan tulang dan gigi yang lambat. suara serak, berbicara lambat, kelopak
mata turun, wajah bengkak, rambut tipis/kering dan kasar, kulit kering, kasar,
bersisik dan menebal, denyut nadi lambat, gerakan tubuh lamban, lemah, pusing,
capek, pucat, sakit pada sendi atau otot, tidak tahan terhadap dingin, depresi,
penurunan fungsi indera pengecapan dan penciuman, alis mata rontok, keringat
berkurang.
Saran
Semoga makalah yang kami buat dapat
bermanfaat bagi semua orang yang membacanya terutama dosen pada umumnya dan
mahasiswa / mahasiswi pada umumnya. Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat
membantu mata kuliah “Keperawatan Endokrin II”. Selain itu di perlukan lebih
banyak referensi dalam penyusunan makalah ini agar lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 2. EGC
0 komentar:
Posting Komentar